Langsung ke konten utama

Mengenal Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta



Pertama kali ke Masjid Gedhe Kauman Yogya saat masih di bangku TK. Waktu itu aku menunggu bapak yang sedang melatih muridnya pencak silat. Kebetulan bapak ikut pencak silat Tapak Suci. Sebenarnya sudah beberapa kali ke sini tapi tidak pernah menyempatkan untuk mengambil foto.

Latihan pencak silat dilakukan di halaman Masjid Gedhe Kauman ini. Tepatnya di depan bangunan yang menghadap ke selatan bernama pagongan. Setiap kali ke sini, pintunya selalu dalam kondisi tertutup.

Semntara bangunan yang menghadap ke barat bernama pejagan sekarang digunakan sebagai tempat ”Suara Muhammadiyah Corner.” Kita ketahui Muhammadiyah berdiri pertama kali di Yogyakarta. Makanya di pusat kota ini banyak jejak bangunan Muhammadiyah. Tidak jauh dari sini ada Pesantren Mualimin dan Mualimat. Mualimin untuk laki-laki, sedangkan Mualimat untuk perempuan. Ada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah bertebaran dimana-mana.

Jadi ingat ibuku, yang notabene tinggal di Sleman, sekolah di yayasan Muhammadiyah yang lokasinya di Kodya Yogyakarta. Sekolah Muhammadiyah berdiri cukup awal, masih sedikit sekolah negeri sehingga orang-orang zaman dahulu banyak yang belajar di sekolah milik Muhammadiyah.





Di “Suara Muhammadiyah Corner” ini dijual aneka merchandise. Ada topi, foto kyai Ahmad Dahlan dan nyai Ahmad Dahlan (pendiri ormas Muhammadiyah). Dari foto ini, aku jadi ingat, dulu di ruang tamu rumahku dipasang foto kyai dan nyai Ahmad Dahlan. Kebetulan bapakku pernah aktif di pemuda Muhammadiyah. Ibuku juga aktif di Aisyiyah. Kalau aku? Jangan tanya, hehe.

Dulu bapakku sering membeli buku khutbah berbahasa Jawa di samping RSU PKU Muhammadiyah. Tepatnya di pojok pertigaan jalan dekat traffict light. Toko ini sempat pindah di sebelah utara. Tapi beberapa pekan lalu aku lewat sana sudah tidak ada. Entahlah apakah pindah atau tutup atau pemiliknya sudah meninggal karena saat itu pemiliknya juga sudah sepuh.

Kembali lagi ke bangunan Masjid Gedhe Kauman. Di sebelah “Suara Muhammadiyah Corner” ada pintu gerbang. Namun, pintu ini sering ditutup. Sepertinya dibuka hanya pada saat-saat ada acara tertentu seperti Sekaten. Kebetulan dulu pas Sekaten aku pernah ke sini dan memang pintunya dibuka.


Letak Masjid Gedhe Kauman Yogya



Pintu Regol


Sebuah kerajaan memiliki titik sentral yang terdiri dari tiga komponen yakni (1) keraton, sebagai pusat pemerintahan dan pusat politik kerajaan, (2) Di sisi barat ada Masjid Gedhe Kauman, sebagai pusat kehidupan keagamaan. (3) Di sisi timur laut Pasar Beringharjo, sebagai pusat perekonomian.

Masjid Gedhe Kauman ini terletak di sebelah barat Keraton Yogya. Untuk masuk ke masjid ini sayangnya harus lewat selatan. Sebab regol pintu masuk seringkali tertutup. Kalau pakai mobil bisa parkir di depan pintu masuk, tapi untuk masuk masjid harus lewat selatan. Kalau kami berhubung pakai sepeda motor, dari jalan depan masjid lurus ke selatan, lalu belok ke barat, masuk gang pertama kanan jalan. Parkir ada di pagar dalam halaman masjid.

Sejarah Masjid Gedhe Kauman Yogya



Pagongan


Masjid Gedhe Kauman Yogya diprakarsai oleh Sultan Hamengkubuwono I dan penghulu Keraton Yogya, Kyai Fakih Ibrahim Dipo Ningrat. Tata ruang arsitektur dirancang oleh Kyai Wiryo Kusumo.

Pembangunan Masjid Gedhe Kauman dilakukan pada ahad wage 29 Mei 1773 M sebagai syarat berdirinya keraton. Masjid ini selain untuk tempat ibadah, dahulu juga digunakan sebagai tempat pengadilan agama terutama masalah perdata. Tempatnya ada di serambi sehingga dinamai Pengadilan Surambi. Pengadilan ini untuk mengatasi masalah seperti perkawinan, waris dan wakaf.

Pada tahun 1867 atau tahun 1796 Jawa/1284 H, hari Senin Wage  jam 05.00 tanggal 7 bulan Sapar terjadi gempa besar. Gempa ini mengakibatkan runtuhnya beberapa bangunan di Keraton Kasultanan, termasuk serambi dan regol Masjid Gedhe Kauman. Tahun 2006 juga terjadi gempa besar tapi tidak sampai meruntuhkan bangunan masjid.

Pimpinan pengurus masjid adalah penghulu keraton yang berada dalam struktur abdi dalam pamethakkan. Salah satu abdi dalam penghulu keraton, Raden Ngabehi Abdul Darwis atau dikenal Kyai Haji Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyah. Penghulu adalah abdi dalem yang membantu sultan di dalam keagamaan.

Halaman Masjid

Pintu Regol

Tahun 1840 dibangun regol pintu gerbang. Pintu ini bergaya arsitektur Jawa Semar Tinandu yang diberi nama gapura. Gapura berasal dari bahasa Arab ghofuron yang berarti ampunan.

Pajagan

Dua tahun setelah gempa dibangun penambahan bangunan di sisi utara dan selatan regol gapura berupa pajagan atau gardu penjaga. Pajagan ini ternyata pernah digunakan untuk markas TNI dan pejuang Islam Askar perang sabil untuk menyusun strategi perang saat agresi militer Belanda.



Pajagan 


Pagongan

Pagongan didirikan selang dua tahun setelah pembangunan ruang utama masjid. Pagongan berada di sisi utara dan selatan masjid yang berfungsi untuk menyimpan gamelan pusaka milik Keraton Kasultanan Yogyakarta.

Di halaman masjid selain ada beberapa bangunan tua, juga ditumbuhi banyak pohon. Salah satu pohon yang ditanam adalah sawo. Penanaman pohon sawo ternyata memiliki maksud sebagai perlambang dari perintah untuk taat meluruskan shaf ketika akan salat. Sawwu shufufakum (luruskan shafmu).

Tempat Wudhu dan Kolam



Tempat wudhu putri


Tempat wudhu putri ada di sebelah selatan masjid. Sedangkan tempat wudhu putra ada di sebelah utara masjid.

Pada serambi dikelilingi kolam yang berfungsi untuk tempat mencuci kaki. Dulu kolam ini lebarnya delapan meter, tapi kini hanya tinggal dua meter. Kolam di sini juga memiliki maksud. Kolam ada hubungannya dengan konsep bahwa Allah tercermin pada semua ciptaanNya yang ada di alam semesta. Dulu saat kolam masih delapan meter, Masjid Gedhe Kauman tercermin pada air kolam.


Serambi Masjid Gedhe Kauman Yogya





Soko Guru

Serambi masjid ini didirikan selang dua tahun setelah pembangunan ruang utama masjid. Kondisinya terlihat megah dan mewah. Selain digunakan unruk menampung jamaah yang meluber, juga dipakai untuk kegiatan sosial kemasyarakatan. Terdapat delapan soko guru (tiang) yang gunanya untuk menopang bangunan. Bagian serambi didominasi warna kuning emas. Berbeda dengan Keraton Solo yang lebih banyak dominasi warna biru.

Lima Warna Pada Serambi

Serambi atau diibaratkan ruang dunia gemerlap. Terdapat lima warna yang mencerminkan hidup di dunia yaitu ada lima waktu salat. Ada hitam simbol isya (malam), hijau simbol subuh atau segar, kuning gading simbol siang yaitu waktu dhuhur, emas itu simbol ashar dan merah simbol waktu maghrib.

Ornamen Buah Nanas

Terdapat delapan ornamen buah nanas menggantung di setiap tiangnya. Buah nanas melambangkan habbluminannas yaitu hubungan antara manusia. Tapi ada versi lain bahwa buah nanas itu berarti surat An-Naas yang berarti Tuhannya manusia. Nanas yang berada di atas tiang menandakan Tuhannya manusia ada di atas.

Umpak atau Alas Batu

Tiang-tiang di serambi memiliki umpak atau alas batu. Pada setiap umpak terdapat ornamen yang mempunyai nilai filosofi. Ornamen pada umpak ada proses akulturasi. Hiasan pada umpak adalah modifikasi motif bunga teratai atau lutus. Bunga ini menurut budaya Jawa kuno merupakan bunga yang sakral karena dikaitkan dengan dewa. Hiasan bunga teratai ini tetap dipakai dalam sebuah bangunan suci, dalam hal ini masjid meski bukan bermaksud patung dewa.

Ornamen Putri Mirong

Ornamen putri mirong terdapat pada tiang serambi. Ornamen ini diinterpretasikan huruf kaligrafi mim, haq, mim, dal yang dalam bahasa Arab dibaca Muhammad. Kenapa namanya Putri Mirong? Mirong artinya malu. Tiang suatu kaum terletak pada wanita. Maksudnya jika wanita tidak memiliki rasa malu maka tanda kehancuran suatu kaum.


Ruang Utama atau Ukhrowi Masjid Gedhe Kauman Yogya



Ruang Utama


Soko Guru

Begitu memasuki ruang utama atau ukhrowi masjid, warna cokelat begitu mendominasi. Ruangannya agak gelap, tapi dibantu cahaya-cahaya lampu gantung etnik khas Jawa sehingga membantu penerangan dalam masjid. Soko guru atau tiang di ruang ini membujur dari utara, selatan, timur dan barat. Berjumlah enam, enam  sehingga total tiga puluh enam. Angka enam di sini memiliki maksud rukun iman. Saking begitu pentingnya seorang muslim memiliki iman. Setiap kali amalan dan ibadah kita hanya bisa ditopang oleh keimanan dan itu akan diterima. Jika beribadah tanpa keimanan maka akan sia-sia.

Maksura

Mihrab adalah tempat imam memimpin shalat berjamaah. Tepat di belakang mihrab ada Maksura. Fungsi dari Maksura adalah tempat raja ketika beliau sedang shalat di masjid. Belajar dari sejarah, ketika Umar bin Khatab sedang salat ditikam orang munafik dari belakang. Maksura dibuat pada zaman kekhalifahan untuk melindungi khalifah dari upaya pembunuhan. Lalu ditiru oleh masjid-masjid yang lain termasuk masjid gedhe. Untuk pengamanan Sri Sultan saat salat, selain ada Maksura, di luar dijaga pagar betis tim keamanan.

Namun, Maksura ini hanya digunakan sampai Sri Sultan Hamengkuwono VIII. Setelah itu ditaruh di belakang imam. Kebetulan pada waktu kami ke sana, Maksura digunakan jamaah untuk shalat. Artinya sudah bisa digunakan oleh umum.

Mimbar

Di sebelah timur mihrab terdapat mimbar berbentuk pundek berundak, bersusun tiga dengan ornamen warna keemasan. Biasanya mimbar selain ada tempat duduk berundak, ada empat tiang antara depan dan belakang, dihubungkan dengan satu penghubung yang diukir seperti motif naga. Oya mohon maaf ya aku tidak bisa memfoto Maksura dan mimbar karena posisiku di jamaah putri, sedangkan saat itu sedang ramai jamaah shalat dhuhur.

Yatihun dan Pawastren

Pada sisi timur dan selatan ruang inti terdapat ruang Yatihun yang berfungsi untuk ruang pertemuan pada ulama. Ruang Pawastren digunakan untuk tempat shalat wanita.


Atap Masjid Gedhe Kauman Yogya






Atap Bersusun Tiga Lapis

Gaya arsitektur Masjid Gedhe Kauman mewarisi Masjid Demak. Karakteristik masjid ini adalah atap yang berbentuk tajug lambang teplok. Atap masjid bersusun tiga. Lapis bawah besar melambangkan iman, lapis kedua syariat itu Islam dan lapis ketiga melambangkan ihsan yaitu akhlak.

Atap masjid yang berundak atau bertumpang ini disokong oleh empat pilar besar yang biasa disebut Soko Guru. Kalau ditarik diagonal akan menemukan satu titik, jika diproyeksikan ke atas akan ketemu dengan titik pusat mustoko masjid. Ini memiliki makna simbolik. Kalau sudah berada di masjid maka apa yang dipikirkan dan di dalam hati adalah menyembah Allah Subhanallahu wata’ala yang Maha Esa.

Mustoko

Mustoko – titik pusat yang berada paling atas dan di luar – dihiasi ornamen berbentuk gada, daun kluwih dan bunga gambir. Gada ini menggambarkan keesaan Allah, daun kluwih melambangkan linuwih atau lebih dan bunga gambir melambangkan arum angambar atau keharuman yang menebar.


Jamaah Shalat





Ruang jamaah shalat putra dan putri ada di ruang utama. Untuk putri ada di sebelah selatan belakang jamaah putra. Jamaah putri bisa lewat pintu paling selatan. Saat ke sini mengingatkan kita akan perkembangan Islam di Jawa. Di mana para wali berjuang menyebarkan agama Islam.

Ada sedikit pengalaman saat shalat di sini. Beberapa ibu asli setempat shalat berjamaaah di masjid ini. Sebagian besar mereka mengingatkan kepada jamaah putri yang baru datang untuk memenuhi shaf paling belakang. Untuk jamaah putri aturannya shaf paling utama adalah belakang. Ketika ada yang berjalan ke depan, diminta mundur memenuhi belakang dulu. Selain itu, ibu-ibu ini juga mengingatkan agar shafnya dirapatkan.

Teguran para ibu sebenarnya baik, hanya saja mungkin ada sebagian pengunjung yang kurang berkenan saat diingatkan. Namanya pendatang tiba-tiba ditegur. Tapi, jika kita mau berpikir kembali, tidak mengedepankan emosi. Maksud dari ibu-ibu ini bagus. Seringkali kita mengabaikan untuk merapatkan shaf dan tidak memenuhi shaf belakang dulu. Hanya karena kebiasaan yang kurang tepat jadi seakan dianggap benar. Aku cukup salut dengan ibu-ibu ini, walau sudah sepuh tapi mereka menerapkan ilmu dalam beribadah. 





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Testimoni Praktik JSR

Semenjak mengenal JSR yang digagas oleh Dokter Zaidul Akbar melalui media online. Saya mulai mempraktikkan ilmu tersebut. Semoga dalam mempraktikkan ilmu ini bukan karena “latah” sekadar ikut-ikutan karena ngetrend tapi memang memberikan dampak positif. Harapannya tetap istiqomah di jalan JSR. Praktik JSR Apa saja yang saya lakukan dalam praktik JSR? 1.    Ubah pola makan Pagi dan malam tidak makan nasi putih. Hanya makan buah dan sayur. Kalau misalkan lapar dan lemas, saya makan ubi jalar rebus. Pengganti karbohidrat yang lebih kaya serat dibandingkan nasi putih. Dari segi harga juga murah. Satu kilogram ubi jalar madu dihargai Rp 5000,-. Kalau bukan ubi madu satu kilogramnya hanya Rp 3.000,- cukup untuk dua hari. Untuk siang hari baru makan berat. Saya memang masih konsumsi nasi putih tapi hanya siang hari saja. Tapi diusahakan nasinya sedikit saja, tetap banyak sayurnya. 2. Bikin infused water Dalam sehari saya satu kali bikin infused water. Bu

Sarapan ala JSR

Semenjak mempraktekkan menu sarapan ala JSR, saya mulai membiasakan diri makan buah sayur pada pagi dan malam hari. Hanya siang hari saja makan nasi. Masih belum bisa meninggalkan nasi putih sih. Namanya berproses ya perlahan-lahan. Usahakan dalam sehari porsi buah dan sayur lebih banyak ketimbang nasinya. Ketika saya mempolakan demikian keluhan sembelit pelan-pelan berkurang. Kita ketahui harga buah dan sayur lebih mahal ketimbang beli gorengan atau makanan tak menyehatkan lainnya. Saya mulai siasati bagaimana agar tetap bisa makan buah tapi harganya murah. Kalau sarapan semangka, melon, nanas harus membeli utuh. Sementara jika sudah dibuka tidak bisa bertahan lama atau cepat basi. Setelah dipikir-pikir muncullah ide membeli pisang. Kalau beli satu lirang saja bisa bertahan beberapa hari karena setiap satu buah ada kulitnya sehingga bisa tahan tidak mudah basi. Beruntung saya menemukan pisang emas satu keranjang isi dua lirang hanya dihargai Rp 12000,- . Kalau pisang

Piknik Dadakan ke Gunung Bromo

Mengunjungi Gunung Bromo rasanya tidak ada rasa bosan. Tahun 2013 sebenarnya saya   sudah pernah ke sini bersama rombongan guru-guru SMA N 1 Cangkringan. Acara akhir tahun kala itu ditutup dengan piknik ke Gunung Bromo. Sekaligus pamit untuk terakhir kalinya mengajar di sekolah tersebut. Petualangan saat itu membuat ketagihan ingin ke sana lagi. Pada 29 September 2018, suami mendapat kesempatan piknik ke Gunung Bromo. Keberangkatannya sekitar pukul 20.00 berkumpul di perempatan Ngablak. Malam itu saya masih ngelesi, jadi suami diantar ponakan. Setelah selesai, beres-beres meja dan shalat isya, saya coba ngecek ke tempat berkumpul peserta piknik. Ada rasa penasaran apakah suami sudah berangkat atau belum. Sesampai di sana belum ada yang datang, tapi tak lama kemudian menyusul teman guru bersama keluarganya. Ibu itu mengajak saya sekalian ikut piknik. Tapi saya menolak karena belum persiapan dan tidak ada rencana ikut. Kata beliau nanti bayarnya nyusul tidak apa-apa. Ra