Langsung ke konten utama

Piknik Dadakan ke Gunung Bromo


Mengunjungi Gunung Bromo rasanya tidak ada rasa bosan. Tahun 2013 sebenarnya saya  sudah pernah ke sini bersama rombongan guru-guru SMA N 1 Cangkringan. Acara akhir tahun kala itu ditutup dengan piknik ke Gunung Bromo. Sekaligus pamit untuk terakhir kalinya mengajar di sekolah tersebut. Petualangan saat itu membuat ketagihan ingin ke sana lagi.

Pada 29 September 2018, suami mendapat kesempatan piknik ke Gunung Bromo. Keberangkatannya sekitar pukul 20.00 berkumpul di perempatan Ngablak. Malam itu saya masih ngelesi, jadi suami diantar ponakan. Setelah selesai, beres-beres meja dan shalat isya, saya coba ngecek ke tempat berkumpul peserta piknik. Ada rasa penasaran apakah suami sudah berangkat atau belum. Sesampai di sana belum ada yang datang, tapi tak lama kemudian menyusul teman guru bersama keluarganya.




Ibu itu mengajak saya sekalian ikut piknik. Tapi saya menolak karena belum persiapan dan tidak ada rencana ikut. Kata beliau nanti bayarnya nyusul tidak apa-apa. Rayuan ini membuat saya tergoda. Aslinya emang ingin balik lagi piknik ke Gunung Bromo. Kalau ikut rombongan ini harus bayar 300 ribu. Bingung antara ikut apa tidak karena biayanya lumayan juga. Tapi kadang kalau dipikir-pikir mau kapan lagi bisa ke sana. Kalau merencanakan piknik sendiri biayanya jauh lebih banyak.

Tiba-tiba saya teringat, baru saja dapat honor dari menulis di UC. Tanpa pikir panjang, bilang ke suami mau ikut. Sebenarnya Pak suami agak keberatan. Tapi saya berdalih punya uang tabungan. Dia pun akhirnya membolehkan, hehe.

Berhubung belum persiapan, saya diantar suami pulang ke rumah. Segera packing ambil baju sekenanya, mukena, minyak gosok, HP, dompet dan uang. Tak lupa mampir ke apotek beli sangobion, karena saya mudah pusing. Biasanya kalau minum sangobion badan lebih tahan dari sakit kepala. Tapi ini dulu ya, semenjak mengenal resep JSR, saya mengurangi konsumsi obat-obat kimia kecuali terpaksa.




Hanya dalam waktu sekira 10-15 menit untuk packing barang bawaan. Benar-benar persiapan yang sangat singkat. Di dekat titik kumpul terdapat angkringan, karena belum makan malam khawatir lapar saya membeli nasi kucing dan gorengan buat bekal. Saya lihat di dalam dompet hanya berisi uang sekitar 150 ribu dan ATM. Agak nekat juga hanya bawa uang cash dalam jumlah sedikit. Tak lama kemudian bus yang kita tunggu sudah datang. Saatnya perjalanan menuju Jawa Timur.



Perjalanan ke Jawa Timur

Dalam perjalanan ini bus tidak langsung melewati jalan tol memilih jalan arteri dulu. Kami menikmati perjalanan melewati hutan Ngawi. Beberapa orang menganggap hutan ini menakutkan. Menurut cerita teman yang hobi touring. Dia menghindari malam hari jika melewati daerah hutan Ngawi. Kalau naik sepeda motor lebih beresiko. Tapi jika naik bus saya pikir tidak semengerikan yang diceritakan.

Dulu sebenarnya sudah beberapa kali lewat tapi kurang memperhatikan. Saya pikir hutan Ngawi panjang banget tanpa penduduk. Pada kenyataannya memang agak panjang tapi nanti diselingi pemukiman penduduk. Nanti ada hutan lagi lalu rumah penduduk begitu seterusnya. Jadi tidak seseram yang saya bayangkan.










Sekira jam 24.00 bus berhenti di sebuah rest area tol di seputaran Sidoharjo. Rest area ini masih tergolong baru nampak bangunannya belum selesai. Di sana diberi kesempatan untuk yang ingin buang air kecil atau beli minuman air hangat juga boleh. Tak lama kemudian bus kembali melaju.

Tibalah di daerah pegunungan, ini pertanda kami akan menuju Gunung Bromo. Bus mengisi bahan bakar di sebuah pom bensin. Tapi qadarullah tiba-tiba ada bagian onderdil yang patah. Terpaksa perjalanan tidak bisa dilanjutkan. 

Berhubung sudah waktu subuh, para penumpang beribadah di sebuah mushola kecil milik penduduk. Bus harus diderek dibawa ke bengkel. Di situ sudah berjejer beberapa jeep. Setelah shalat, kami melanjutkan perjalanan dengan naik jeep. Untuk ke Bromo kali ini kami ketinggalan melihat sunrise. Kalau dulu waktu pertama kali ke Bromo bisa melihat sunrise.


Naik Jeep


Tampak kawah Gunung Bromo dari kejauhan. Ini adalah tempat untuk melihat sunrise

Jeep ini menyusuri jalan pegunungan yang penuh liku. Sang sopir nampaknya sudah cukup mahir, meski berkelak-kelok ia bisa mengendarai kendaraa dengan cukup cepat. Sekira 1 jam perjalanan kami tiba di sebuah puncak pegunungan yang mengelilingi  area Gunung Bromo sehingga bisa melihat gunung Bromo, pura dari kejauhan. 

Sebuah pemandangan yang indah. Di sinilah tempat untuk melihat sunrise tapi berhubung matahari sudah terbit kami hanya berfoto saja. Setelah cukup melihat Gunung Bromo dari atas saatnya melanjutkan perjalanan inti. Kami naik jeep lagi.

Mobil jeep menyusuri jalan menuju ke bawah. Karena ada yang ingin buang air kecil, pak sopir mengantar kami ke kamar mandi di area gurun. Tidak jauh dari situ ada papan bertuliskan “Bukit Teletubbies”. Ada kuda, bagi pengunjung yang ingin foto bersama. Tapi bayar ya. 

Kami melanjutkan perjalanan lagi menuju padang padang pasir yang terdapat tulisan “Gunung Bromo.” Papan tulisan ini dulu tidak ada, sempat mengundang pro dan kontra karena merusak pemandangan. Tapi nyatanya tulisan itu masih ada berarti tetap dipertahankan. Hanya sebentar di situ lalu melanjutkan perjalanan.



Bukit Teletubbies










Tibalah lokasi inti. Mobil jeep berhenti, para sopir menunggu kami menikmati pemandangan Gunung Bromo. Untuk sampai ke puncak gunung bisa pilih jalan kaki atau naik kuda. Jaraknya agak jauh. Namun sayangnya kesan kedua saya menuju lokasi ini adalah banyak sekali kotoran kuda. Padahal tahun 2013 lalu kondisi lingkungannya masih bersih. 

Kotoran kuda ini tidak ditampung dengan kain. Maaf agak kurang sreg apalagi di dekat ada beberapa warung makan sementara hembusan angin begitu kuat. Kotoran-kotoran kuda yang lembut itu bisa berterbangan bersama angin. Sebagai masukan, sebaiknya pihak pengelola memperhatikan masalah ini agar semua kotoran kuda ditampung, jangan dibiarkan berceceran di jalan.

Awal berjalan kami cukup semangat tapi saat sudah menanjak beberapa kali kelelahan itu sudah tak tertahankan. Kami berhenti sesaat. Sembari melihat pemandangan ke bawah. Masya Allah indah sekali. Tak jauh dari tempat kami istirahat ada sebuat tempat pemujaan. Dulu saat saya ke sini pertama kali tempat pemujaan itu tidak ada. Berarti tergolong masih baru. Nampak seorang wisatawan wanita muda sedang melakukan ritual doa. 

Setelah dirasa cukup, kami melanjutkan perjalanan lagi. Mulai menaiki tangga menuju titik kawah Gunung Bromo. Jumlah tangga cukup banyak tapi tak sempat menghitung. Dulu ada turis asing mungkin anak backpacker yang memilih tidak melewati tangga tapi memanjat tebing padahal cukup tinggi. Hebatnya ada ceweknya juga lho. Keren deh.






Nampak tangga untuk naik ke kawah Gunung Bromo 


Kawah Gunung Bromo

Akhirnya tiba juga di kawah Gunung Bromo. Sebagian pinggir kawah dipasang pagar demi keamanan. Dulu pertama kali di sini saya ketakutan melihat sisi lubang kawah maupun melihat sisi satunya tangga ke bawah. Untuk yang kedua kalinya, lumayan agak berani meski tak berani jalan ke mana-mana. Memilih lebih banyak duduk. Walau di sini ada pagarnya tetap berhati-hati. Sedang asyik foto tak memperhatikan posisi dikhawatirkan terjatuh. Atau barang bawaan seperti HP bisa juga terjatuh jika lalai.

Di kawah ini sesekali menghirup bau belerang. Suara gemuruh aktivitas di dalam kawah membuat hati saya bergetar. Mengingat kuasa Allah sangat besar dengan melihat ciptaannya. Kematian bisa terjadi kapan saja. Seperti seorang pecinta alam yang pernah terpeleset saat melewati kawah akhirnya terjatuh masuk ke dalam. Akhirnya nyawa tak tertolong. Ini pertanda bawah manusia begitu kecil tak ada yang perlu disombongkan.



Kawah Gunung Bromo




Di pinggir kawah ada beberapa penjual bunga edelweis. Beberapa pengunjung mengitari sebagian kawah untuk menikmati pemandangan di situ. Kawah tersebut semakin hari semakin dalam. Saat tahun 2013 seingat saya belum begitu dalam, kini lubangnya semakin dalam.

Setelah dirasa cukup, kami beserta rombongan turun. Ternyata meski hanya turun bikin capek juga. Sebab setiap turun satu langkah harus mengerem. Apalagi banyak pasir, jika tidak dikendalikan bisa terpeleset. Tangga sebagian juga sudah rusak. Berbeda dulu ke sini, masih banyak yang bagus. Sesekali kami berhenti karena tidak kuat berjalan. Rasanya kaki sudah terasa kaku. 



Puncak kawah Gunung Bromo. Terdapat Penjual bunga edelweis




Di sebuah tebing terdapat ukiran wajah manusia. Wah kreatif juga ya, penasaran siapa pembuatnya. Sesampai di bawah, disambut dengan penjual kaos bergambar dan bertuliskan “Gunung Bromo.” Sengaja tidak beli, sebab dulu sudah pernah beli kaus. Sayangnya saya salah ukuran. Yang dikasih semua orang dewasa tapi yang dibeli ukuran anak-anak. Tapi kalau Anda mau beli ya silakan buat kenang-kenangan.

Meski sudah berada di bawah jarak menuju jalan cukup jauh. Di sisi kanan terdapat pura yang nampak sebagian besar bangunannya diselimuti debu pasir. Biasanya suku Tengger melakukan ritual ibadah pada hari-hari tertentu. Sebenarnya saya cukup penasaran dengan upacara ritual tersebut. Tersebab melalui buku yang saya baca,  informasi tentang Gunung Bromo diidentikkan dengan ritual ibadah Suku Tengger.


Tebing yang diukir wajah-wajah manusia
Pura untuk ritual ibadah Suku Tengger



Kami terus berjalan meski agak tertatih-tatih. Dikarenakan tanahnya berpasir sehingga kaki seringkali “mblesek” ke dalam  pasir. Di sana-sini berceceran kotoran kuda sehingga sesekali harus menghindar. Kalau sudah kering mungkin tidak masalah, tapi jika masih basah jangan sampai terinjak. Jika Anda ingin ke buang air di sebelah kiri ada kamar mandi posisinya berada di bawah. Jadi perlu menuruni sedikit tangga. Di dekat situ sudah banyak warung makan atau penjual makanan keliling.

Sekitar pukul 10.00 lebih kami meninggalkan lokasi Gunung Bromo. Kembali naik jeep naik dan turun bukit. Tibalah tempat pertama saat naik Jeep. Saatnya makan siang, mandi dan shalat. Di situ juga ada tempat penginapan. Ada yang memesan kamar walau hanya beberapa jam hanya untuk menyandarkan badan yang sudah lelah sembari menunggu bus yang sedang diperbaiki.

Sekira pukul 14.00 bus sudah datang. Rombongan satu persatu memasuki bus. Badan sudah mulai terasa lelah. Rasanya sudah cukup petualangan tadi dan ingin pulang. Tapi dengar-dengar masih ada agenda lagi yakni ke Malang. Sebenarnya saya kurang minat karena benar-benar capek. Tapi mau bagaimana lagi ya ngikuti rombongan. Perjalanan sekira 2 jam hingga tiba di Malang. Rencana mau ke kebun buah. Tapi berhubung sudah sore tidak jadi. Akhirnya tiba di alun-alun Kota Wisata Batu Malang sekitar pukul 17.00.



Alun-Alun Kota Wisata Batu Malang

Di alun-alun Kota Wisata Batu udaranya cukup sejuk. Terdapat sebuah air mancur yang di tengahnya patung buah apel sebagai simbol kota Malang. Tak jauh dari situ wahana bermain seperti bianglala. Di seberangnya ada pasar. Kami sempat berfoto ria untuk mengabadikan momen ini. Suasana cukup asyik keramaian kota tapi udaranya tetap sejuk. Bisa sebagai tempat nongkrong khususnya buat anak-anak muda. Tak berapa lama, perjalanan dilanjutkan kembali menuju pasar buah.


Alun-alun Kota Wisata Batu Malang



Terdapat wahana bermain diantaranya bianglala







Pasar Buah Malang


Sekitar waktu maghrib, bus sampai pasar buah. Rombongan diberi kesempatan untuk shalat dan belanja. MasyaAllah pasar ini sungguh menyenangkan. Terdapat banyak penjual buah khususnya apel dan tanaman hias. Ada pula yang menjual keripik, berbagai makanan khas oleh-oleh. Buah apel yang ukuran kecil-kecil hanya dihargai 10.000 satu keranjang. 

Untuk apel asli Malang harga lebih mahal dibanding apel biasa. Dari segi rasa juga agak kecut. Apel khas Malang lebih berwarna-warni yakni kombinasi hijau dan merah. Sayangnya saat itu saya tidak belanja apel khas Malang. Saran saja jika Anda ke pasar buah ini, sebaiknya membeli apel khas Malang. Mengapa? Ketika kita bawa oleh-oleh, sebagian menanyakan apel jenis ini. Biasanya orang akan mencari apa yang menjadi ciri khas daerah tersebut.

Setelah dirasa cukup berbelanja, rombongan akhirnya pulang. Tiba di rumah sekitar pukul 01.00 WIB. Itu tadi sekelumit perjalanan kami ke Gunung Bromo dan Batu Malang yang super dadakan tanpa persiapan matang. Meski sudah kedua kali tapi tetap merasa puas bisa ke sana lagi. Semoga informasi ini bisa menambah wawasan.









Komentar

  1. INDAH BANGET bromo itu. temen ke sana dan fotosesi di atas kuda. MAsyaAllah hadilnya bagus banget. Btw makasih foto2nya... indaaaah

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Testimoni Praktik JSR

Semenjak mengenal JSR yang digagas oleh Dokter Zaidul Akbar melalui media online. Saya mulai mempraktikkan ilmu tersebut. Semoga dalam mempraktikkan ilmu ini bukan karena “latah” sekadar ikut-ikutan karena ngetrend tapi memang memberikan dampak positif. Harapannya tetap istiqomah di jalan JSR. Praktik JSR Apa saja yang saya lakukan dalam praktik JSR? 1.    Ubah pola makan Pagi dan malam tidak makan nasi putih. Hanya makan buah dan sayur. Kalau misalkan lapar dan lemas, saya makan ubi jalar rebus. Pengganti karbohidrat yang lebih kaya serat dibandingkan nasi putih. Dari segi harga juga murah. Satu kilogram ubi jalar madu dihargai Rp 5000,-. Kalau bukan ubi madu satu kilogramnya hanya Rp 3.000,- cukup untuk dua hari. Untuk siang hari baru makan berat. Saya memang masih konsumsi nasi putih tapi hanya siang hari saja. Tapi diusahakan nasinya sedikit saja, tetap banyak sayurnya. 2. Bikin infused water Dalam sehari saya satu kali bikin infused water. Bu

Sarapan ala JSR

Semenjak mempraktekkan menu sarapan ala JSR, saya mulai membiasakan diri makan buah sayur pada pagi dan malam hari. Hanya siang hari saja makan nasi. Masih belum bisa meninggalkan nasi putih sih. Namanya berproses ya perlahan-lahan. Usahakan dalam sehari porsi buah dan sayur lebih banyak ketimbang nasinya. Ketika saya mempolakan demikian keluhan sembelit pelan-pelan berkurang. Kita ketahui harga buah dan sayur lebih mahal ketimbang beli gorengan atau makanan tak menyehatkan lainnya. Saya mulai siasati bagaimana agar tetap bisa makan buah tapi harganya murah. Kalau sarapan semangka, melon, nanas harus membeli utuh. Sementara jika sudah dibuka tidak bisa bertahan lama atau cepat basi. Setelah dipikir-pikir muncullah ide membeli pisang. Kalau beli satu lirang saja bisa bertahan beberapa hari karena setiap satu buah ada kulitnya sehingga bisa tahan tidak mudah basi. Beruntung saya menemukan pisang emas satu keranjang isi dua lirang hanya dihargai Rp 12000,- . Kalau pisang

Minuman ala JSR

Sudah sekitar enam bulan saya mempraktikkan resep JSR ala dokter Zaidul Akbar. Sebenarnya sudah sejak bulan puasa, hanya saja saat itu belum bisa mempraktikkan dengan serius ada banyak godaan. Salah satunya menu buka puasa di mushola yang belum sesuai resep JSR. Warga kami membiasakan berbuka puasa bersama di mushola, bukan perkara dapat makannya tapi rasa kebersamaan itu yang bikin nikmat dan hangat sesama jemaah. Mungkin ada bertanya apa itu JSR? JSR adalah Jurus Sehat Rasulullah. Pola hidup sehat seperti yang dituntunkan Rasulullah. Intinya kita mempolakan hidup sehat yang tujuannya agar semakin khusyuk beribadah dan dekat kepada Allah. Jadi JSR ini bukan untuk  lifestyle atau gaya-gayaan. Jika sudah menerapkan hidup sehat tapi ibadahnya tidak meningkat maka menurut dokter Zaidul itu percuma saja.  Infused water rimpang-rimpangan Mengetahui resep ini bermula sharing ilmu dari dokter Zaidul Akbar yang bersliweran di media sosial. Awalnya saya tidak ngeh