Langsung ke konten utama

Mini Zoo Jogja Exotarium Wahana Edukasi Anak Mengenal dan Berinteraksi dengan Hewan





Setiap kali ke Yogya selalu saja ada keinginan bepergian ke suatu tempat. Entah itu ke objek wisata atau hanya sekadar jalan-jalan ke toko buku. Selain tujuan utama ke Yogya adalah silaturahim mengunjungi orangtua, kakak dan ponakan. Kebetulan saat saya ke sana, ponakan sedang liburan semester. Soalnya liburan ponakan berbeda dengan sekolah pada umumnya. Tepatnya hari Senin, 9 Desember 2019 tanpa perencanaan matang, saya mengajak ponakan jalan-jalan. Mereka ingin ke Mini Zoo Jogya Exotarium. Awalnya saya kurang setuju karena sekira dua tahun yang lalu kami pernah ke sana. Baru saja pembukaan awal, jadi wahana belum lengkap dan masih dalam proses pembangunan. Belum banyak pohon, udaranya cukup panas. Tapi, akhirnya saya setuju kan memang tujuannya buat nyenengin ponakan.


Meski jarak rumah orangtua menuju Jogja Exotarium hanya sekitar 1,5 km sangat dekat sekali. Bisa ditempuh dengan naik sepeda motor. Namun, saya memilih memesan taksi online. Dikarenakan bawa ponakan 3 anak dan ibu yang sudah sepuh. Kalau naik sepeda motor beresiko. Toh biaya transportasi cukup murah tidak sampai Rp 15 ribu.



















Jogja Expotarium berada di perbatasan dua kampung, Mulungan Kulon Dusun Karanggeneng (sisi timur) dan Kampung Duwet, Desa Sendangadi, Mlati, Sleman. Lokasinya di pinggir sungai seperti lereng gunung. Tapi justru itu yang menarik. Keindahan alam berupa aliran air, taman indah menjadi obat untuk menghilangkan stres.  Objek wisata ini buka setiap hari pukul 08.00 sampai pukul 17.00 WIB. Biaya tiket masuknya Rp 15.000,-.


Bagian depan objek wisata ini terdapat rumah Joglo. Bangunan ini bisa juga digunakan untuk istirahat sejenak para pengunjung sembari menikmati keindahan alam. Jogja Expotarium sengaja dibuat dengan suasana alami, asri dan menonjolkan ciri khas Kota Yogya seperti rumah joglo, penjual makanan tradisional jadah tempe.



Wahana Domba Merino (Shaun The Sheep) dan Kambing Etawa


Kandang domba Merino bersebelahan dengan kandang kambing Etawa. Di sampingnya bagian pakan hewan yang dijaga petugas. Satu ikat daun dijual dengan harga Rp 2000,- saja. Ada juga botol susu, tapi sayangnya saat itu kehabisan susu karena hari Minggu kemarin banyak pengunjung sehingga stoknya sudah habis. Satu botol susu dihargai Rp 5000,-. Menariknya di sini anak-anak bisa memberi pakan ke hewan tersebut. Jadi ada interaksi antara anak dengan hewan, tidak hanya melihat saja. Justru ini yang bisa menjadi pengalaman menarik buat anak-anak.


Berhubung saat kami ke sini hari Senin jadi tidak terlalu ramai. Meski begitu, tetap ada rombongan yang sebagian besar anak-anak TK datang secara bergantian. Enaknya kalau kondisi agak sepi, kita bisa lebih menikmati suasana dengan puas. Mau foto tidak banyak terganggu oleh lalu lalang pengunjung. Bisa berinteraksi dengan hewan lebih lama karena tidak terburu-buru gantian dengan pengunjung lain.















Domba Merino



Taman Kura-Kura

Di kandang ini ada sekitar sepuluh kura-kura yang dipelihara. Terdapat empat kamar semi tertutup sebagai tempat istirahat kura-kura saat malam hari. Ada saatnya mereka dilepas di halaman tapi masih dalam area kandang kura-kura. Menariknya di sini ada kura-kura yang sudah berumur 26 tahun. Masyaa Allah bisa bertahan hidup cukup lama. Usia 26 tahun kalau untuk ukuran manusia sudah masuk kategori dewasa dan saatnya berkeluarga. 







Kura-kura berumur 26 tahun










Taman Kelinci

Diantara kandang kura-kura dengan kandang kelinci terdapat pos petugas yang menyediakan pakan hewan. Satu ikat kacang panjang dihargai Rp 2000,-. Begitu juga wortel dijual dengan harga Rp 2000,-. Masing-masing kelinci dimasukkan kandang sendiri-sendiri. Anak-anak bisa memberiikan pakan ke kelinci ini. Tapi, ada satu ekor kelinci yang dikeluarkan oleh petugas ditaruh di atas meja agar pengunjung bisa berinteraksi lebih dekat. Wah anak-anak terlihat antusias sekali saat memberi makan, mengelus-elus tanpa rasa takut.







Anak-anak asyik memberi makan kelinci













Taman Reptil Berkaki

Di kandang ini terdapat beberapa macam Iguana. Masing-masing iguana dimasukkan ke dalam kandang dan tidak ada satu pun yang dikeluarkan. Sebagian besar iguana ini jenisnya aktif. Hanya ada satu iguana albino yang tidak aktif. Hampir di setiap kandang disediakan sebuah kotak sukarela bagi yang ingin memberi bantuan guna pemeliharaan hewan.























Taman Reptil Melata

Nah, di sini adalah kandang ular semuanya berjenis piton. Kalau dulu pas kami ke sini, ada satu ular berwarna kuning yang dikeluarkan oleh petugas. Kami diberi kesempatan untuk menyentuh. Tapi untuk kali ini semua ular berada di dalam kandang. Kebetulan bersamaan dengan rombongan anak-anak TK sehingga ada petugas yang memberi penjelasan terkait ular. Saya pun tidak mau ketinggalan, bertanya-tanya ke petugas terkait ular piton. Kalau ular ini sedang mengalami fase birahi maka saatnya untuk dikawinkan. Rata-rata ular bisa bertelur sebanyak 10 buah. Namun sayangnya tidak semua bisa menetas jadi ular. Hanya 1-3 telur saja yang berhasil jadi ular. Bahkan kadang tidak ada satu pun yang berhasil jadi anak ular.


Berkaitan berita akhir-akhir ini dengan maraknya ular kobra yang muncul di pemukiman warga dalam jumlah banyak. Seperti ditemukan puluhan anak luar kobra di sebuah masjid di Sukoharjo. Ada pula ditemukan belasan ular kobra di sebuah warung mie ayam di Klaten. Seakan hal ini berlawanan dengan sulitnya menghasilkan satu ular piton. Di satu sisi ular yang kawin secara alami bisa menghasilkan anak ular dalam jumlah banyak. Tapi, di sisi lain ular yang disengaja dikawinkan malah terkadang gagal menghasilkan anak ular. Itulah mengapa kuasa Allah berperan begitu besar. Sesuatu yang diharapkan dan diupayakan manusia kadang tidak sesuai rencana.










Hewan Nocturnal (Aneka Musang)

Begitu masuk kandang ini langsung disambut dengan aroma kopi. Ya, kita ketahui musang bisa menghasilkan kopi yang enak. Di sebuah perkebunan kopi, musang ini dibiarkan memakan kopi. Kopi yang keluar dari tubuh musang bisa menghasilkan kopi luwak yang memiliki rasa yang unik. Salah satu jenis musang penghasil kopi terbaik adalah musang Pandan (musang kucing).

Di dalam kandang ini ada beberapa jenis musang. Ada satu musang yang sedikit menarik perhatian saya. Musang ini terdapat luka di bagian ekornya. Lukanya cukup dalam dan ada darah menetes di bawahnya. Saat melihat itu, saya tidak tega. Membayangkan betapa perihnya luka tersebut. Makanya saya tidak berani berlama-lama di sini.







Musang yang sedang birahi melukai diri sendiri



Begitu keluar, ada petugas yang sedang menyapu. Saya bilang, “Mbak, di sana ada musang yang terluka, itu bagaimana, kasihan. Tidak ada petugas yang jaga. Tolong nanti bisa dilihat.”
“Ya mbak, biar nanti diurus sama yang jaga,” jawabnya.

Dalam hati saya tidak puas dengan jawaban tersebut. Khawatir si musang mati. Tapi mau bagaimana lagi saya tidak punya kuasa. Setelah selesai berputar-putar mengunjungi kandang lain. Bertemu dengan petugas yang menjaga pakan kelinci dan kura-kura. Saya tanyakan perihal musang yang terluka. Ternyata, musang tersebut sedang birahi. Perilakunya menyakiti diri sendiri itu wajar. Oalah, tahu gitu saya tidak perlu khawatir. Saya pikir si musang berkelahi dengan musang lain sehingga terluka dan tidak diketahui petugas.

Di tempat ini masing-masing musang berada dalam kandang sendiri. Tampak mereka sedang bermalas-malasan. Ternyata musang saat lahir dalam kondisi buta dan tuli. Baru bisa mendengar dan melihat sekitar umur 34 hari.




Kandang Kuda

Di kandang kuda ini pengunjung tidak diperbolehkan mendekati maupun memberi makan. Dikhawatirkan akan digigit atau ditendang. Jadi kami hanya bisa lihat-lihat dari jauh. Di bagian lain ada area untuk menaiki kuda dan memanah tapi sayangnya tidak ada petugas yang jaga jadinya kami tidak bisa mencoba.  









Rumah Makan

Jika kalian lapar, jangan khawatir di tempat ini juga disediakan rumah makan. Harganya cukup terjangkau. Kemarin kami membeli paket nasi, tahu, tempe, telur dan sambal dihargai Rp 13.000,-. Untuk es tehnya hanya Rp 4000,-. Menariknya paket makanan ini tidak memakai alas berupa piring tapi tampah dari anyaman bambu. Jadi mengingatkan suasana makanan pedesaan.






Terapi Ikan

Untuk masuk tempat ini dikenai biaya Rp 5000,-. Tapi pas saya masuk ke situ tidak ada petugas sehingga kami tidak bayar, hehe. Terapi ikan ini ternyata menjadi tempat favorit bagi anak-anak. Ketika anak-anak saya tanya mana yang paling berkesan, katanya terapi ikan. Bahkan mereka ingin terapi ikan lagi.
Di dalam kolam terdapat banyak ikan kecil jenis ikan remora. Jika kita memasukkan kaki ke dalam kolam,  ikan-ikan ini akan mendekat dan menggigit kaki kita. Wah bikin geli. Saya tidak tahan lama, hanya sebentar saya masukkan lalu saya angkat kaki lagi. Tapi, disitu ada ibu-ibu yang tahan  gigitan ikan. Sejak pertama dimasukkan tidak ada ekspresi geli. Biasa saja.

Sedangkan anak-anak kebanyakan merasa geli saat digigit ikan. Ponakan saya nomor tiga ini dikerjain sama kakaknya. Kakinya dimasukkan ke dalam kolam dan dipegang sama kedua kakaknya, biar saat digigit tidak segera angkat kaki. Jadinya dia tertawa lepas karena geli. Wah ada-ada saja nih anak.











Ekspresi geli saat digigit ikan



Menangkap Ikan

Di bagian ini anak-anak diberi kesempatan untuk menangkap ikan. Pihak pengelola menyediakan semacam cething (biasa untuk tempat nasi) dari plastik yang dipakai untuk menangkap ikan. Tapi sayangnya karena tidak membawa baju ganti saya tidak memperbolehkan mereka bermain di sini. Kami hanya melihat kehebohan anak-anak TK asyik menangkap ikan.







Anak-anak TK sedang asyik menangkap ikan


Tempat Outbond

Tempat outbond ini lokasinya paling ujung. Bersebelahan langsung dengan sungai. Kalau lihat sungai ini saya jadi teringat saat masih SD sering bermain di sungai. Tidak ada rasa takut. Tapi saat ini, setelah dewasa mau masuk ke sungai aja sudah mikir-mikir. Di tempat ini ada beberapa tempat bermain. Seperti melewati jaring-jaring yang dianyam, memanjat papan. Melatih keberanian dan kekuatan anak. Ada satu permainan yang saya tidak mengizinkan mereka bermain karena dipenuhi rumput. Padahal dulu saat kami ke sini permainan itu bersih tidak ada rumputnya. Khawatir nanti kalau di bawah ada ular atau hewan berbahaya. Mungkin karena sudah memasuki musim penghujan jadi rumput tumbuh subur.

Jogja Expotarium merupakan wahana edukasi anak untuk mengenal dan berinteraksi dengan hewan. Tidak seperti kebun binatang lain yang terkadang pengunjung hanya sekadar melihat-lihat saja. Meski jumlah hewannya tidak terlalu banyak tapi di sini anak-anak bisa memberi makan hewan, memegang dan foto bersama. Koleksi hewan di sini sebagian besar hewan jinak sehingga tidak membuat anak-anak takut. Selain itu petugas di sini juga ramah-ramah. Mereka tidak enggan untuk berbagi informasi jika kita menanyakan perihal hewan-hewan di sini. Bagaimana, tertarik berkunjung ke sini bersama keluarga?






















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Testimoni Praktik JSR

Semenjak mengenal JSR yang digagas oleh Dokter Zaidul Akbar melalui media online. Saya mulai mempraktikkan ilmu tersebut. Semoga dalam mempraktikkan ilmu ini bukan karena “latah” sekadar ikut-ikutan karena ngetrend tapi memang memberikan dampak positif. Harapannya tetap istiqomah di jalan JSR. Praktik JSR Apa saja yang saya lakukan dalam praktik JSR? 1.    Ubah pola makan Pagi dan malam tidak makan nasi putih. Hanya makan buah dan sayur. Kalau misalkan lapar dan lemas, saya makan ubi jalar rebus. Pengganti karbohidrat yang lebih kaya serat dibandingkan nasi putih. Dari segi harga juga murah. Satu kilogram ubi jalar madu dihargai Rp 5000,-. Kalau bukan ubi madu satu kilogramnya hanya Rp 3.000,- cukup untuk dua hari. Untuk siang hari baru makan berat. Saya memang masih konsumsi nasi putih tapi hanya siang hari saja. Tapi diusahakan nasinya sedikit saja, tetap banyak sayurnya. 2. Bikin infused water Dalam sehari saya satu kali bikin infused water. Bu

Sarapan ala JSR

Semenjak mempraktekkan menu sarapan ala JSR, saya mulai membiasakan diri makan buah sayur pada pagi dan malam hari. Hanya siang hari saja makan nasi. Masih belum bisa meninggalkan nasi putih sih. Namanya berproses ya perlahan-lahan. Usahakan dalam sehari porsi buah dan sayur lebih banyak ketimbang nasinya. Ketika saya mempolakan demikian keluhan sembelit pelan-pelan berkurang. Kita ketahui harga buah dan sayur lebih mahal ketimbang beli gorengan atau makanan tak menyehatkan lainnya. Saya mulai siasati bagaimana agar tetap bisa makan buah tapi harganya murah. Kalau sarapan semangka, melon, nanas harus membeli utuh. Sementara jika sudah dibuka tidak bisa bertahan lama atau cepat basi. Setelah dipikir-pikir muncullah ide membeli pisang. Kalau beli satu lirang saja bisa bertahan beberapa hari karena setiap satu buah ada kulitnya sehingga bisa tahan tidak mudah basi. Beruntung saya menemukan pisang emas satu keranjang isi dua lirang hanya dihargai Rp 12000,- . Kalau pisang

Minuman ala JSR

Sudah sekitar enam bulan saya mempraktikkan resep JSR ala dokter Zaidul Akbar. Sebenarnya sudah sejak bulan puasa, hanya saja saat itu belum bisa mempraktikkan dengan serius ada banyak godaan. Salah satunya menu buka puasa di mushola yang belum sesuai resep JSR. Warga kami membiasakan berbuka puasa bersama di mushola, bukan perkara dapat makannya tapi rasa kebersamaan itu yang bikin nikmat dan hangat sesama jemaah. Mungkin ada bertanya apa itu JSR? JSR adalah Jurus Sehat Rasulullah. Pola hidup sehat seperti yang dituntunkan Rasulullah. Intinya kita mempolakan hidup sehat yang tujuannya agar semakin khusyuk beribadah dan dekat kepada Allah. Jadi JSR ini bukan untuk  lifestyle atau gaya-gayaan. Jika sudah menerapkan hidup sehat tapi ibadahnya tidak meningkat maka menurut dokter Zaidul itu percuma saja.  Infused water rimpang-rimpangan Mengetahui resep ini bermula sharing ilmu dari dokter Zaidul Akbar yang bersliweran di media sosial. Awalnya saya tidak ngeh