Langsung ke konten utama

Pasar Mbatok Mengurai Ingatan Masa Lampau; Mendukung Program “Zero Plastic”






Beberapa bulan lalu semenjak pasar ini dibuka sudah ada keinginan besar untuk berkunjung ke sana. Tapi selalu saja enggak cocok waktunya. Secara pasar ini tidak dibuka setiap hari hanya di waktu-waktu tertentu. Hingga pada Ahad, 1 Desember 2019 keinginanku untuk ke sana akhirnya terealisasi. Berhubung pasar ini tidak bisa dikunjungi setiap saat harus direncanakan dengan matang biar tidak “kecelik.”


Pasar Mbatok ini terletak di Kabupaten Karanganyar tepatnya di Dusun Badan RT 04/05, Kemuning, Ngargoyoso. Kita ketahui kabupaten ini memiliki potensi wisata yang cukup banyak. Semakin ke sini objek wisata semakin bertambah. Dulu pemandangan di Kemuning masih sederhana sekadar melihat perkebunan teh dan pemandangan gunung. Tapi kini masyarakat setempat masyarakat setempat mengelola objek wisata dengan baik. Arena taman untuk spot foto semakin banyak, kebun buah, tempat outbond, rafting dan pasar tradisional.






Apa itu Pasar Mbatok?


Saat kami tiba di sini suasana pedesaan begitu terasa. Begitu memarkirkan kendaraan pengunjung harus sedikit berjalan ke bawah untuk mencapai Pasar Mbatok. Di bagian depan sudah ada mbak-mbak yang menjual uang ketip. Tapi sayangnya saat aku ke sana, uangnya belum siap. Kami disuruh untuk menukarkan uangnya di dalam. Di pintu masuk terdapat gapura yang bertuliskan “Pasar Mbatok.” Di situ ada beberapa kolam ikan dan bangunan adat jawa. Terdapat sound system yang menjadi sumber suara gamelan. Para pengunjung disambut dengan musik gendhing-gendhing Jawi.


Pasar Mbatok merupakan pasar tradisional yang terletak di dua dusun Badan dan Botok. Pasar ini merupakan program dari Kementrian Pariwisata dengan Generasi Pesona Indonesia Jawa Tengah (GenPi Jateng) yang didukung oleh pemerintah desa Kemuning dan Bumdes Kemuning Makmur. Keberadaan pasar ini mengingatkan kita pada kehidupan masa silam. Mulai dari pakaian dikenakan. Para penjual yang rata-rata ibu-ibu memakai baju tradisional seperti kebaya, baju lurik, jarik. Warung terbuat dari kayu dan bambu. Makanan yang dijual adalah makanan tradisional. Jadi jangan harap ya mencari pizza, hamburger di pasar ini, hehe. Bahkan alat tukar yang digunakan berupa uang kepengan. Di pasar ini terdapat 27 pelapak yang masing-masing dinamai sebutan khas Jawa seperti Nyai Jikem. Ada juga penjual gerabah, perabot rumah tangga seperti celengan yang terbuat dari tanah liat.













Kapan Pasar Mbatok Buka?

Pasar Mbatok tidak setiap hari buka. Pasar ini dibuka dua pekan sekali. Untuk harinya Sabtu dan Minggu pukul 09.00-16.00 WIB. Dibuka dua hari, tidak hanya hari Minggu saja. Jadi kalian memiliki peluang banyak untuk datang ke sana. Biar kalian tidak ragu, sebaiknya sebelum berkunjung ke Pasar Mbatok melihat jadwal dulu di IG @pasarmbatok. Di sana selalu ada informasi update terkait kapan pasar itu buka.



Makanan yang Dijual di Pasar Mbatok

Makanan yang dijual di Pasar Mbatok beraneka ragam, ratusan jenisnya. Mulai dari sawut yang dijual 1 ketip, sego jagung dijual 3 ketip, tape ketan dihargai 1 ketip dapat 2 bungkus, es woh-wohan dihargai 2 ketip, sop manten 3 ketip, wedang wuh 2 ketip, timus, lapis, cenil. Meski ada juga makanan kekinian seperti sempol 2 ketip isi 3, telur gulung 2 ketip isi 3, batagor 1 ketip, bola telur 1 ketip, gorengan 1 ketip isi 2 biji tapi jumlahnya tidak banyak. Makanan kekinian ini mungkin maksudnya untuk menyediakan anak-anak yang kadang kurang suka dengan makanan tradisional. Selain itu juga mengikuti lidah selera pasar. Setiap warung menjual makanan yang berbeda sehingga tidak memunculkan kecemburuan jika salah satu warung terlihat ramai pembeli.
















Uang yang Digunakan di Pasar Mbatok

Hal yang menarik dari pasar ini selain makanan, pakaian dan tempat yang penuh nilai-nilai tradisional, uang yang digunakan untuk transaksi pun tidak menggunakan uang dalam satuan rupiah. Tapi uang kepengan yang disebut ketip. Satu ketip dihargai dua ribu rupiah. Ketip ini berbentuk bulat terbuat dari kayu yang di tengahnya ditulisi Pasar Mbatok. Sebelum membeli, kita harus menukarkan uang dengan ketip. Misal, beli ketip Rp 10.000 maka akan mendapatkan 5 ketip. Jika saat membeli ternyata uang ketipnya sisa dan tidak berniat beli lagi, uang ketip tersebut tidak dapat dikembalikan. Jadi buat para pengunjung, sebelum menukarkan uang sebaiknya tukarkan uang dalam jumlah sedikit dulu, jika kurang nanti beli lagi agar tidak menyisakan uang ketip dalam jumlah banyak.


Ketip



Menukarkan uang dengan ketip



Mbak-mbak yang melayani penukaran uang




Pasar Mbatok Mendukung Program “Zero Plastic”

Sebagian besar makanan yang dijual langsung di makan di tempat sehingga dapat mengurangi sampah plastik yang sulit terurai. Sebagai contoh, saat saya membeli sawut dibungkus dengan daun kelapa (dipincuk). Minuman yang dijual memakai wadah yang mudah terurai dan dapat langsung dinikmati oleh pembeli, seperti dari tempurung kelapa atau batok, wadah dari tanah liat. Di sana juga disediakan tempat sampah yang terbuat dari bambu. Memang saat di sana sempat menemui satu anak yang makan telur gulung pakai bungkus plastik tapi jumlahnya hanya sedikit. Sebagian besar memakai pembungkus yang ramah dengan lingkungan. Setidaknya pasar ini sudah sedikit mengurangi sampah yang sulit terurai.

Setelah selesai makan sawut, tanganku terasa “pliket.” Aku meminta izin ke ibu penjual untuk cuci tangan. Menariknya tempat cuci tangan berasal dari sumber air sungai yang mengalir. Kalau aku menyebutnya “tuk.” Wah asyik banget. Jadi teringat masa-sama kecil sering bermain di sungai dan suka mandi dari sumbernya langsung karena airnya bersih dan jernih.













Mengapa Memilih Pasar Mbatok?

Pasar Mbatok menjadi jalan untuk mengenal dan mengangkat kembali budaya leluhur serta belajar sejarah pada zaman dahulu kala. Keberadaan pasar ini juga membantu meningkatkan pendapatan daerah setempat.

Di era modern ini kembali merindukan masa lampau, kehidupan serba tradisional. Seakan sudah sedikit bosan mengunjungi pasar modern seperti mall dan supermarket. Tapi dengan datang ke Pasar Mbatok kita akan mendapatkan suasana berbeda. Warung-warung yang terbuat dari bambu dan kayu, makanan tradisional, para penjual yang mengenakan pakaian adat Jawa dan alat tukar berbahan kayu yang digunakan pada zaman dulu.

Para penjual berasal dari warga setempat. Jajanan makanan berasal dari kebun warga hasil olahannya sendiri. Pada hari biasa mereka ada yang bekerja sebagai karyawan. Nah, di waktu weekend mereka berjualan di Pasar Mbatok. Jika kita melarisi para penjual ini sama saja telah membantu perekonomian warga setempat. Gimana penasaran dengan Pasar Mbatok? Yuk segera kunjungi ke sana. Eits tapi jangan lupa cek jadwal bukanya biar tidak salah tanggal.


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mini Zoo Jogja Exotarium Wahana Edukasi Anak Mengenal dan Berinteraksi dengan Hewan

Setiap kali ke Yogya selalu saja ada keinginan bepergian ke suatu tempat. Entah itu ke objek wisata atau hanya sekadar jalan-jalan ke toko buku. Selain tujuan utama ke Yogya adalah silaturahim mengunjungi orangtua, kakak dan ponakan. Kebetulan saat saya ke sana, ponakan sedang liburan semester. Soalnya liburan ponakan berbeda dengan sekolah pada umumnya. Tepatnya hari S enin, 9 Desember 2019 tanpa perencanaan matang, saya mengajak ponakan jalan-jalan. Mereka ingin ke Mini Zoo Jogya Exotarium. Awalnya saya kurang setuju karena sekira dua tahun yang lalu kami pernah ke sana. Baru saja pembukaan awal, jadi wahana belum lengkap dan masih dalam proses pembangunan. Belum banyak pohon, udaranya cukup panas. Tapi, akhirnya saya setuju kan memang tujuannya buat nyenengin ponakan. Meski jarak rumah orangtua menuju Jogja Exotarium hanya sekitar 1,5 km sangat dekat sekali. Bisa ditempuh dengan naik sepeda motor. Namun, saya memilih memesan taksi online. Dikarenakan bawa ponakan ...

Masjid Suciati Saliman, Masjid yang Mengerti Kebutuhan Kaum Hawa

Bermula dari beredarnya informasi sebuah masjid megah viral di media sosial. Aku pun penasaran dan terus mengulik informasi tersebut. Lokasinya ada di Jalan Gito-gati, Pandowoharjo, Sleman, Yogyakarta. Rasanya kok tidak asing dengan nama jalan tersebut. Kalau enggak salah sekitar rumah pemotongan ayam. Meski aku asli Yogya, tapi sudah enam tahun tidak tinggal di sana sehingga mulai banyak yang lupa. Setelah aku tanyakan ke keluarga di Yogya, ah ternyata benar! Lokasi masjid hanya berjarak sekira 1,5 km dari rumah orangtuaku. Cukup dekat bukan. Pertama kali datang ke Masjid Suciati Saliman tahun 2018. Beberapa bulan setelah diresmikan. Kemegahan masjid ini sudah tampak. Arsitektur bangunan ini perpaduan Timur Tengah dan Jawa. Mirip dengan Masjid Nabawi jika dilihat dari pintu berlapis emas dan beberapa menara yang menjulang tinggi. Saat malam hari tampak keindahan cahaya lampu berwarna hijau dari menara masjid.   Dulu sekira tahun 2012-2013 sepekan sekali a...

Mengenal Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta

Pertama kali ke Masjid Gedhe Kauman Yogya saat masih di bangku TK. Waktu itu aku menunggu bapak yang sedang melatih muridnya pencak silat. Kebetulan bapak ikut pencak silat Tapak Suci. Sebenarnya sudah beberapa kali ke sini tapi tidak pernah menyempatkan untuk mengambil foto. Latihan pencak silat dilakukan di halaman Masjid Gedhe Kauman ini. Tepatnya di depan bangunan yang menghadap ke selatan bernama pagongan . Setiap kali ke sini, pintunya selalu dalam kondisi tertutup. Semntara bangunan yang menghadap ke barat bernama pejagan sekarang digunakan sebagai tempat ”Suara Muhammadiyah Corner.” Kita ketahui Muhammadiyah berdiri pertama kali di Yogyakarta. Makanya di pusat kota ini banyak jejak bangunan Muhammadiyah. Tidak jauh dari sini ada Pesantren Mualimin dan Mualimat. Mualimin untuk laki-laki, sedangkan Mualimat untuk perempuan. Ada Rumah Sakit PKU Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah bertebaran dimana-mana. Jadi ingat ibuku, yang notabene tinggal di Sleman, sekolah...