Hampir setiap sebulan sekali saya dan suami menyempatkan
diri untuk silaturahim ke orangtua di Yogya. Selama orangtua masih hidup,
sebagai anak harus meluangkan waktunya untuk berkunjung. Jangan menunggu
sukses. Sebab jatah umur tidak ada yang tau. Entah anak atau orangtua yang
mendahului menghadap Sang Pencipta.
Biasanya saya pulang ke Yogya sebulan sekali, tapi kali ini
hampir dua bulan. Karena dua bulan lalu sudah ke Yogya saat lebaran dan liburan
sekolah. Waktunya cukup berdekatan sehingga untuk ini agak jeda sedikit sembari
mengumpulkan uang saku.
Sebelum berangkat ke Yogya sempat mendapat WA dari kakak
yang tinggal di Konawe, Sulawesi Tenggara disuruh mengantar birtish propolis ke
rumah guru mengaji jika ke Yogya nanti. Awalnya saya agak gimana karena
biasanya sampai di Yogya waktunya sudah habis bercengkrama dengan keluarga.
Jadi tidak sempat ke mana-mana.
Perjalanan ke Yogya
Kami berangkat dari Sragen hari Jumat sekitar pukul 14.00
WIB. Biar waktu di Yogya lebih panjang. Perjalanan pada siang hari cukup berat.
Berhubung panas godaan mengantuk begitu kuat. Berkali-kali saya
terkantuk-kantuk di jalan. Sebenarnya ini cukup beresiko karena naik sepeda
motor. Kalau-kalau tidak sadar ketiduran bisa terjatuh. Tapi bagaimana lagi,
rasa kantuk ini sulit dihindari. Sementara kami belum punya mobil. Ya udah
disyukuri saja, hehe.
Namun, setelah keluar wilayah Solo rasa kantuk sudah
berkurang. Cuaca juga sudah semakin sore. Saatnya ashar kami berhenti di sebuah
masjid di Klaten. Jalan Solo-Yogya agak padat karena ada beberapa ruas jalan
yang sedang diperbaiki. Untuk daerah Yogya daerah perempatan kentungan juga
padat karena sedang dibangun underpass. Sampai rumah sekitar jam 17.00-an
lebih.
![]() |
Pesantren Raoudlotush Shibyaan |
Setelah mandi dan shalat maghrib kami berbincang-bincang
dengan bapak, ibu, kakak dan ponakan. Mengenai pesan dari kakak di Konawe untuk
silaturahim ke tempat guru mengaji. Akhirnya saya, ibu dan suami sepakat
silaturahim ke guru mengaji besok sabtu pada pagi hari sekitar pukul 09.00.
Biasanya kalau pagi, Bu Zub (guru mengaji ) ada di rumah. Kalau sore karena ada
TPA kemungkinan mengajar anak-anak.
Silaturahim ke rumah Bu Zubaidah
Saya benar-benar merencanakan esok hari dengan serius.
Jangan sampai bermalas-malasan. Setelah bangun shalat subuh, mandi, belanja ke
pasar dengan ibu lalu antar ponakan ke sekolah. Sekitar pukul 09.00 berangkat
ke rumah Bu Zub. Sesampai di sana, suasana masih terlihat sepi. Nampak beberapa
sandal murid TK berjejer di depan pintu. Pondok pesantren tersebut kalau pagi
hari digunakan untuk pembelajaran anak TK.
Ibu masuk ke ruang garasi untuk mencari Bu Zub, sementara
saya dan suami menunggu di luar. Sudah menjadi kebiasaan para tamu yang sudah
terbiasa ke sana, jika mau bertamu memang disuruh langsung masuk garasi menuju
dapur. Kalau memanggil dari luar biasanya tidak dengar. Kecuali tamu-tamu jauh
yang jarang ke situ.
Ibu sudah keluar tapi Bu Zub belum tampak. Kami menunggu
beberapa saat. Mungkin Bu Zub sedang bersiap memakai pakaian gamis dan
kerudung. Tak berapa lama, muncul Bu Zubaidah. Alhamdulillah kami senang bisa
bertemu beliau dalam kondisi sehat.
Kami pun berbincang-bincang mengingat masa kecil saya saat
masih mengaji. Sesekali tertawa mengingat kejadian lucu. Waktu saya mengikuti
lomba tapi salah tanggal. Saat itu kami belum punya telpon rumah. Bu Zub
menelpon tetangga untuk memberitahu saya kalau hari ini lomba. Waktu itu bulan
puasa. Setelah sahur karena mengantuk saya terus tidur. Tiba-tiba tetangga
datang memberitahu kalau hari ini lomba. Ibu langsung cepat-cepat membangunkan
saya. Namanya baru bangun tidur pasti bingung. Apalagi masih anak kecil saya
menangis, ngambek tidak mau lomba. Tapi terus dibujuk ibu dan tetangga.
Akhirnya saya mau. Cepat-cepat mandi , pakai baju lalu berangkat.
![]() |
Bangunan pesantren pagi hari digunakan untuk pembelajaran TK |
Sesampai di Fakultas Farmasi UGM saya langsung ambil nomor
dan ikut lomba. Rencana hanya ikuti satu lomba, tapi tiba-tiba diikutkan tiga
lomba sekaligus. Lomba puisi, hafalan surat pendek dan tartil. Pokoknya saat
itu semua serba dadakan.
Saatnya pengumuman. Tak menyangka mendapat juara. Ini sebuah pengalaman yang tak disangka.
Tanpa persiapan matang bahkan malah salah tanggal tapi dengan izin Allah bisa
dapat "nomor." Setidaknya bisa membanggakan guru mengaji dan pesantren. Perlombaan ini kalau tidak salah saat saya kelas 5 SD.
![]() |
Bu Zubaidah (guru mengaji) ada di tengah |
Kembali lagi ke pertemuannya dengan Bu Zub. Setelah
berbincang agak lama beliau lalu masuk ke dalam rumah. Tak berapa lama Bu Zub
keluar sambil membawa foto khataman Iqra’, Juz’amma pada tahun 1995. Ada foto
saya, dua kakak saya sedang tampil hafalan di hadapan hadirin. Kalau melihat
foto-foto saat kecil kelihatannya lucu, masih nampak polos.
Saat ini baru sadar bahwa dokumentasi berupa foto terasa
begitu penting terlebih jika kejadiannya sudah berlalu cukup lama. Mengingatkan
peristiwa masa lampau. Saat itu mungkin saya menganggap sepele dengan foto.
Tapi kini, foto-foto itu nampak berharga. Usia tidak akan terulang lagi.
Menjadi muhasabah diri untuk mengingat akan karunia umur yang Allah berikan.
Saat ini sudah tak muda lagi, satu persatu orang yang hidup dipanggil oleh
Allah. Dalam foto tersebut beberapa orang sudah tidak ada di dunia lagi. Untuk
perbanyak mengingat kematian dan bekal akhirat nanti. Setelah cukup lama berbincang kami akan
pamit, tapi malah sama Bu Zub disuruh makan dulu. Disajikan bakso ala masakan
Bu Zub. MasyaAllah lezatnya. Sekira satu jam berlalu akhirnya benar-benar
pamit. Bu Zub begitu bahagia atas kedatangan kami. Saya pun bahagia masih
diberi umur sehingga bisa bersilaturahim.
![]() |
Saat khataman |
![]() |
Saya memakai atasan hijau, diantara tiga orang posisi di tengah. Paling kecil ya,he |
Sebagai catatan, kita jangan sampai melupakan jasa guru-guru
kita. Sosok Bu Zub ini sangat berjasa bagi kami. Beliau adalah guru mengaji
kami bertiga. Dari yang sama sekali tidak bisa membaca hingga bisa membaca
Al-Quran. Selama sekira 7 tahun, semenjak saya TK kecil hingga kelas 6 SD
mengaji di Pesantren Rodlotushibyan setiap hari. Bagaimana tidak dekat hampir
saban hari ketemu. Bu Zub adalah guru
yang paling dekat dengan keluarga kami, ibarat saudara masih ada hubungan darah.
Semoga Allah selalu memberkahi beliau.
Jadi kangen guru ngajiku yang sekarang sudah sangat sepuh. Tulisannya menarik
BalasHapusIya bu, pasti beliau senang kalau bu Ima silaturahim. Makasih bu dah ninggalin jejak, hehe
BalasHapusMasyaAllah..bagus bangettt tulisannya...saya tersadar stlh ada mitra pak Ippho Santosa dikomunitas BP mengingatkan bahwa kita jangan melupakan jasa guru ngaji kita sehingga kita bisa membaca Alqur'an..
BalasHapusMasyaAllah..bagus bangettt tulisannya😭😭😭...saya tersadar stlh ada mitra pak Ippho Santosa dikomunitas BP mengingatkan bahwa kita jangan melupakan jasa guru ngaji kita sehingga kita bisa membaca Alqur'an..bahkan harus kita muliakan...makanya saya ngotot sama adik2 untuk bersilaturahmi ke guru ngaji kita..Krn sy tinggal di Sulawesi..dan agk menyesal jg waktu pulang kampung utk ketemu orang tua sy tdk menyempatkan silaturahmi ksena..Semoga Allah memberikan kesempatan sy lagi utk bisa bertemu beliau ..Aamiin🤲🤲🤲😇
BalasHapusIya betul mbak. Apalagi yang domisilinya jauh merasa begitu berharga ketika bisa ketemu guru ngaji, orangtua dll.
Hapus